Rabu, 09 Januari 2013

musisi


Ada musisi yang awalnya cuma ingin karyanya didengar sebanyak mungkin orang tanpa harus dibebani target penjualan. Pikirkan ketika Wilco menyimpan Yankee Hotel Foxtrot di Internet dan menyilakan orang mendownloadnya. Kadang-kadang musisi hanya lebih ingin populer dan berhasil menyampaikan pesan dibandingkan ingin kaya karena berhasil menjual jutaan keping album. Kata seorang musisi pendukung download mp3, "Seperti seks, musik itu lebih bagus kalau gratis." Ambil contoh Coldplay. Rugikah band ini bila nyaris semua lagunya didownload secara ilegal? Mungkin tidak. Mereka bisa jadi justru harus berterima kasih karena memiliki tambahan penggemar. Yang jelas rugi adalah perusahaan pengganda CD karena gagal mendapatkan uang dari jualan, produksi, atau anak asuhnya. Sebagian musisi lebih memprioritaskan orang mendengar dan suka musiknya. Tapi industri dan artis bisa jadi berpandangan berbeda.

Perdebatan antara gratis dan harus beli maupun ilegal vs legal masih berlangsung hingga kini. Tetapi sudah terbukti bahwa internet, teknologi multimedia, dan cyberspace menjadi biang turunnya penjualan fisik industri musik. Tapi bisa jadi karena hal itu pula maka fans sebuah group musik jauh lebih banyak dan beragam. Kalau mau, orang bisa memenuhi cyberspace dengan hasil download atau menyimpan hasilnya agar bisa dibagikan kepada yang tertarik. Biarlah cd, kaset, vinyl, menjadi semacam kebutuhan eksklusif jika seseorang memang ingin mendapatkan barang itu secara fisikal, lebih rinci, bisa diraba-raba, ada aromanya.

Tentu mp3 juga masih belum menjadi segala-galanya, meski cyber bisa menyediakan banyak hal. Daya tawar terpenting teknologi ialah betapa mp3 dan cyberspace memberi kemudahan untuk mendapatkan sesuatu. Di Internet, kita masih harus mencari sejumlah hal yang kerap terpencar, baik artwork (sleeve), lirik, kredit, dan "keutuhan" bahwa file tersebut memang album. Pada rilisan fisik, itu sudah sepaket atau semacam one-stop shopping. Di internet kita harus meluangkan waktu mencari itu semua demi merasakan keutuhan sebuah album dan itu berarti lebih menghabiskan energi, waktu, serta ribet, menghambat banyak hal lain. Buruknya, kadang-kadang kita dikecoh oleh nama file yang salah, dipersulit password menyebalkan, juga kualitas suara yang mengerikan. Kita memang harus memilih dan berendah hati menerima kekurangan. Dari sisi ini, industri rekaman tentu masih bisa bangga bahwa layanan mereka jelas tidak bisa begitu saja dihapus oleh tawaran kemudahan yang sering menipu. "Namanya juga gratisan," begitu gurau seorang kawan.

Di tengah ketidakberdayaanku, aku jelas bersyukur atas penemuan mp3, teknologi p2p, file sharing, serta para penyedia dan penyimpan file. Bayangkan saja, setelah dulu agak putus asa cari album Nusrat Fateh Ali Khan atau Youssou N'Dour di dunia nyata, kini aku bisa mendapatkannya gratis dan dalam jumlah yang justru bisa membuat aku gelagepan karena enggak tahu lagi apa yang mesti diambil saking banyaknya. Walhasil kadang-kadang aku kepayahan juga dengan file-file itu, cuma didengar selintas untuk kemudian tertelantar atau sekalian dihapus permanen. Sebagian orang meledek bahwa mengumpulkan album sebesar 287 gb di komputer jelas lain dengan punya 287 rekaman fisik yang bisa ditilik-tilik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar